SOKOGURU – Perayaan Idul Fitri menjadi momen penuh makna bagi umat Islam di seluruh penjuru dunia.
Suasana kebahagiaan dirasakan melalui kumandang takbir yang menggema di berbagai tempat, mengagungkan keagungan Allah.
Namun, tidak semua orang memahami esensi mendalam dari tradisi ini.
Ustadz Adi Hidayat (UAH), seorang penceramah dari Muhammadiyah, menerangkan bahwa tujuan utama dari takbir adalah menanamkan kebesaran Allah dalam sanubari setiap Muslim.
Ia mengingatkan bahwa manusia sering kali terjerumus dalam keangkuhan akibat status sosial, kekayaan, atau ilmu yang dimiliki.
Keistimewaan Takbir dalam Islam
Dalam salah satu ceramahnya yang dipublikasikan melalui kanal YouTube @IslamAlMubarok, UAH menegaskan bahwa individu yang merasa dirinya besar dalam kehidupan, tetapi tidak mengakui kebesaran Allah, berpotensi tidak mendapatkan ampunan-Nya.
Ia menjelaskan bahwa takbir berfungsi sebagai pengingat bahwa hanya Allah yang memiliki kemuliaan sejati.
Selain itu, takbir juga mengajarkan manusia untuk bersikap rendah hati. “Seseorang yang tidak mengagungkan Allah akan sulit meraih rahmat-Nya.
Hidupnya akan dipenuhi dengan berbagai kesulitan, bahkan lebih buruk lagi, ia bisa terhalang dari kasih sayang Allah,” ujar UAH.
Kesombongan Menghalangi Rahmat Allah
Dalam ceramahnya, UAH mengutip Surat Al-A’raf ayat 12, yang mengisahkan keangkuhan iblis ketika menolak untuk bersujud kepada Nabi Adam atas perintah Allah.
"Allah berfirman: ‘Apa yang menghalangimu sehingga tidak bersujud (kepada Adam) ketika Aku memerintahkanmu?’ Iblis menjawab: ‘Aku lebih baik darinya.’" (QS. Al-A’raf: 12)
Menurut UAH, ayat ini menegaskan bahwa kesombongan menjadi penyebab iblis terusir dari rahmat Allah.
Ia mengingatkan bahwa manusia yang memiliki sifat serupa akan mengalami kesulitan dalam hidupnya.
Takbir sebagai Bentuk Pengakuan akan Keagungan Allah
Takbir yang dikumandangkan pada malam Idul Fitri bukan sekadar ritual, tetapi merupakan ungkapan bahwa kemenangan setelah menjalani puasa selama sebulan penuh bukanlah hasil usaha pribadi semata, melainkan karena karunia dan pertolongan Allah.
Para ulama menegaskan bahwa Allah tidak memerlukan ibadah manusia, justru manusialah yang membutuhkan Allah dalam setiap aspek kehidupannya.
Dengan mengagungkan Allah, seseorang akan terhindar dari sikap sombong yang dapat menjauhkannya dari rahmat-Nya.
Takbir dan Ketakwaan Seorang Muslim
Takbir juga menjadi simbol perjalanan spiritual sepanjang bulan Ramadhan.
UAH menjelaskan bahwa salah satu tujuan utama ibadah puasa adalah membentuk ketakwaan, dan takbir pada malam Idul Fitri merupakan puncak dari proses tersebut.
“Takbir harus diresapi dalam hati, bukan sekadar diucapkan. Seorang Muslim yang benar-benar memahami maknanya akan menyadari bahwa dirinya hanyalah makhluk kecil yang sepenuhnya bergantung kepada Allah,” jelas UAH.
Pengaruh Takbir dalam Kehidupan Seorang Muslim
Dengan mengakui kebesaran Allah, seseorang akan lebih mudah bersyukur serta menerima segala ketetapan-Nya dengan penuh keikhlasan.
Sebaliknya, mereka yang masih merasa besar karena harta, jabatan, atau pengetahuan yang dimiliki sesungguhnya sedang menghadapi ujian besar.
UAH menegaskan bahwa jika seseorang tidak segera menyadari hakikat dirinya, maka ia berisiko mengalami nasib serupa dengan iblis yang diusir dari rahmat Allah.
Menghayati Makna Takbir dengan Sepenuh Hati
Umat Islam diajak untuk benar-benar menghayati makna takbir dalam hati mereka. Jangan sampai lisan mengucapkan ‘Allahu Akbar,’ tetapi dalam hati masih ada rasa lebih unggul dibandingkan orang lain.
“Idul Fitri bukan sekadar perayaan kemenangan, tetapi juga momentum kesadaran bahwa hanya Allah yang patut diagungkan,” tegas UAH.
Takbir sebagai Sarana Meningkatkan Ketakwaan
Sebagai penutup, UAH mengingatkan agar umat Islam menjadikan takbir sebagai sarana untuk meningkatkan ketakwaan serta menanggalkan sifat angkuh dalam diri.
Dengan demikian, Idul Fitri menjadi momentum untuk kembali mendekat kepada Allah dengan hati yang bersih dan penuh keikhlasan. (*)